Membaca postingan Ibu Ellen Maringka berjudul Mengapa Pria Jawa Sering Pingsan di Manado, mengajak saya untuk ikut berbagi pengalaman yang berhubungan dengan bahasa sehari-hari di kota saya yaitu bahasa Kupang. Bahasa Kupang memiliki ciri khas tersendiri dan tidak bisa dikategorikan sebagai bahasa daerah karena merupakan bahasa Melayu yang dipadukan dengan bahasa Belanda, Portugis dan bahasa suku-suku di NTT khususnya bahasa Timor, Rote dan Sabu. Perpaduan itu menjadikan bahasa Kupang unik dibandingkan dengan bahasa Melayu di daerah lain.
Bagi mereka yang berasal dari Manado, Maluku dan Papua mungkin tidak akan terlalu mengalami shock berbahasa karena ada kemiripan dalam dialek dan kosa katanya. Namun bisa timbul konflik bagi mereka yang berasal dari daerah lain seperti Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Ada kisah menarik ketika saya pertama kali bekerja di sebuah konsultan teknik asal Jepang yang ada kantor cabangnya di Kupang. Karyawan yang bekerja di kantor ini berasal dari berbagai tempat. Selain dari NTT, ada juga dari NTB, Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga Sumatera. Namun kebanyakan mereka bisa berbahasa Jawa.
Walaupun kantornya di Kupang tapi justru saya yang mengalami 'ketidaknyamanan' berbahasa karena teman-teman sering berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa. Melihat ini timbul jiwa kupang-isme saya. Hehehe... Setiap orang di kantor ini yang berkomunikasi dengan saya selalu saya balas dengan menggunakan bahasa dan dialek Kupang. Ketika mereka komplain, saya balik protes, "kalau saya disuruh pakai bahasa Indonesia baku maka semua orang di kantor inipun harus memakai bahasa Indonesia baku. Kalau masih ada yang berbahasa Jawa di sini berarti saya juga berhak memakai bahasa Kupang, apa lagi ini 'kampung' saya." Hehehe...
Akhirnya mereka tidak protes lagi dan banyak belajar tentang bahasa Kupang. Teman-teman sering bertanya pada saya tentang kata atau frase yang tidak mereka pahami. Mulai dari kata-kata yang sering dipakai seperti beta, sonde, lu, kotong, pi, bosong, dong, harim, pung, maitua hingga kata-kata yang jarang digunakan seperti deta, masparak, falungku, fuik, maloi, tapontas dan lainnya. Sedangkan saya juga tahu beberapa kata dalam bahasa Jawa yang sering digunakan seperti mule, piro, mangan, gawe(an), ora, dino, tresno, iki, iku, dan beberapa lagi.
Sering saya bilang orang luar belum bisa dikatakan mengerti bahasa Kupang kalau belum lincah membaca dan memahami kolom Tapaleuk di harian Pos Kupang. Kolom ini berisi editorial yang diramu dalam bentuk dialog ringan menggunakan bahasa Kupang sehari-hari. Klik di sini bila ingin mencoba membaca Tapaleuk.
Suatu ketika seorang teman karyawan yang belum lama datang dari Jawa bercerita kemarin ia bertandang ke kost-an temannya, ia bertanya pada orang yang juga kost di situ, "Pak Rudy ada?" Jawaban yang didapat, "Pak Rudy ada keluar." Dia kebingungan, jawaban yang benar pak Rudy ada atau lagi keluar? Ia lalu memilih pulang sambil bertanya-tanya dalam hati. Saya cuma tersenyum mendengarnya lalu menjelaskan kalau dalam bahasa Kupang kata "ada" bisa berarti "lagi." Jadi sebenarnya maksud orang itu adalah "Pak Rudy lagi keluar."
Teman yang lain lagi bercerita kalau dia merasa risih ketika ia sedang asyik bersenda gurau dengan seorang teman yang orang Kupang tiba-tiba temannya itu mengeluarkan kalimat yang menurutnya tidak sopan, "Lu sering main gila!" Dia risih karena menurut bahasa mereka "main gila" memiliki konotasi negatif: "main" yang gila-gilaan. Padahal dalam bahasa Kupang maknanya sangat positif yaitu bercanda/kelakar. Hehehe...
Sementara itu, saya sendiri punya pengalaman yang cukup menggelitik dengan bahasa Jawa. Suatu sore ketika sudah lewat jam pulang, saya masih berada di kantor karena ada sedikit sisa pekerjaan yang harus dibereskan. Tiba-tiba datang pak Wahyu dan berkata dalam bahasa Jawa, "Agus endi?" Dengan polos saya langsung menjawab, "Pak Agus-nya sudah pulang, kalau pak Endik mungkin lagi pergi foto copy." Yang saya maksud dengan pak Agus adalah teman sesama Assistant Engineer yang seruangan sedangkan pak Endik adalah Office Boy yang sering "ngadem" di ruangan kami ketika tidak ada pekerjaan.
Sejenak beliau hanya tersenyum menatap saya, sementara saya kebingungan mengartikan senyumannya itu. Rupanya telah terjadi mis-komunikasi diantara kami. Beberapa saat kemudian barulah pak Wahyu berkata, "Maksudku Agus-nya mana?"
"Waduh, maaf pak saya kira bapak sedang mencari pak Agus sama pak Endik." Hehehe... "Tuh khan pak, jangan pakai bahasa Jawa kalau ngomong dengan saya." Hehehe...
[Perbedaan itu elok bila dipadukan bukan diseragamkan].
***
Keterangan kata-kata dalam bahasa Kupang yang saya sebut dalam artikel ini:
Beta=saya, sonde=tidak, lu=kamu, kotong=kita, pi=pergi, bosong=kalian, dong=mereka, harim=cewek, pung=punya, mai tua=isteri, deta=colek, masparak=bentak, falungku=tinju, fuik=kabur, maloi=intip, tapaleuk=keluyuran, tapontas=terpental.
No comments:
Post a Comment