Social Icons

Sunday, August 12, 2012

Pesan Terakhir Mama : Berdoalah Selalu, Tuhan Menyayangi Kita

Dokumentasi terakhir bersama mama di ICU RSUD WZ Johannes Kupang,
dini hari 18 Juni 2010 (Foto: Mesa Noenoehitoe).
Pagi itu, Kamis (26/8/2010), sekitar pukul 10.00 Wita, seorang wanita tua berumur 65 tahun berbadan kecil masuk ke ruangan tempat aku dirawat, ruangan 2A Bougenvil RSU WZ. Yohanes Kupang. Nampak mukanya pucat, terlihat jelas kalau ia sedang menahan sakit tapi ia memaksakan diri untuk datang menjengukku yang sudah 4 bulan terbaring di Rumah Sakit ini. Ia kemudian duduk di samping ranjang dan bertanya tentang kondisiku, maklum sudah beberapa waktu belakangan ia tidak bisa menjengukku karena ia juga harus berjuang melawan penyakitnya. Setelah menjelaskan kondisiku yang aku rasa semakin baik, aku balik bertanya tentang kondisinya pula. Ia bercerita tentang banyaknya obat yang harus diminum dan napasnya yang kadang terasa sesak pada suhu lingkungan tertentu.

Hari itu ia harus ke Rumah Sakit dalam rangka kontrol wajib di poliklinik mengingat baru seminggu yang lalu ia diopname karena penyakit paru-paru basah. Ia lantas menyempatkan diri menjengukku.
Obrolan kami tidak begitu lama, mungkin hanya sekitar 20 menit, ia tidak bisa berlama-lama karena suhu AC ruangan yang disetel petugas sangat rendah membuatnya merasa kedinginan. Ia kemudian mendoakanku dan berpesan, "Berdoalah selalu ya, Tuhan menyayangi kita." Setelah itu ia pamit dan diantar pulang.

Itulah kenangan pertemuan terakhirku dengan mama yang tak akan kulupakan. Saat itu sudah 4 bulan aku dirawat di Rumah Sakit untuk memerangi penyakit Myelitis Transversa yang sampai saat itu pula aku masih didiagnosa menderita GBS (Gullian Barre Syndrome). Kondisiku sudah lebih baik dari sebelumnya dan dokter mengijinkan untuk aku melanjutkan perawatan di rumah saja mulai minggu depan. Tidak terbayang dibenakku kalau saat itu merupakan pertemuan terakhir dengan mama.

Empat hari kemudian tepatnya Senin (30/8/2010) adalah waktu untuk aku boleh keluar Rumah Sakit. Hal yang menguasai pikiranku adalah bagaimana melanjutkan perjuangan setelah pulang ke rumah dimana aku merasakan kondisiku masih membutuhkan perhatian extra, tidak lagi seperti di Rumah Sakit yang mana peralatan memadai dan tenaga medis siap membantu setiap saat diperlukan. Selain itu aku juga berpikir sudah bisa berkumpul bersama keluarga sehingga konsentrasi mereka tidak terbagi untuk merawat aku dan mama.

Sementara di pagi itu mama harus dilarikan ke UGD karena kondisi kesehatannya tiba-tiba menurun. Aku mencoba bertanya kepada saudara-saudara tentang keadaan mama, mereka mengatakan mama baik-baik saja. Belakangan aku baru tahu kalau kondisi mama sebenarnya sangat kritis di UGD tapi mereka tidak berani memberitahu kepadaku keadaan yang sebenarnya karena takut kalau aku terbawa pikiran. Aku meniggalkan Rumah Sakit sekitar jam 8 malam.

Besoknya, Selasa (31/8/2010), sekitar jam 8 pagi, berita yang tidak kuinginkan itu datang. Dengan menangis adikku memberitahu bahwa mama sudah tidak bersama kami lagi. Kakak-kakakku berada di Rumah Sakit menemani mama disaat-saat terakhir. Tangisku pecah, berbagai hal mulai mengganggu pikiran ini membuatku semakin sedih. Mengapa mama harus pergi disaat baru 12 jam aku kembali ke rumah? Mengapa Tuhan tidak mengijinkan aku bertemu sebentar saja di rumah dengan mama? Mengapa Tuhan memanggil mama disaat yang 'tidak tepat' bagiku? Mungkin mama terlalu memikirkanku sehingga penyakit paru-paru basahnya kambuh? Siapa lagi yang bisa memperhatikanku sebagai mana mama memperhatikanku? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang berkecamuk dihatiku.

Banyak orang tidak menyangka mamalah yang meninggal, mereka mengira aku yang meninggal karena 4 bulan terakhir selalu diberitakan kalau aku sering dalam kondisi kritis. Ini membuatku semakin sedih memikirkan bagaimana seorang ibu sampai merelakan hidupnya demi anaknya.

Walaupun semua orang datang menghibur dan akupun berusaha menguatkan diri bahwa itulah waktu terbaik Tuhan untuk memanggil pulang mama, rasa sedih itu tetap ada bahkan hingga beberapa waktu kemudian, apa lagi mengingat apa yang selalu dibuat mama selama aku terbaring di Rumah Sakit.

****
Aku ingat benar ketika aku terbaring di ICU, setiap jam besuk mama selalu masuk untuk menjengukku dan tak lupa mendoakanku. Sering mama harus masuk belakangan karena memberi kesempatan kepada orang lain yang juga ingin menjengukku. Meski sisa waktu berkunjung hampir habis, mama selalu menyempatkan diri untuk masuk sekedar mengajak berdoa.

Aku ingat benar bagaimana mama selalu membelaiku sambil menanyakan keadaan maupun keinginanku, kendati aku hanya bisa mendengar suaranya karena saat itu membuka matapun terasa sangat berat bagiku.

Aku ingat benar bagaimana mama bersikeras untuk tetap di Rumah Sakit menjagaiku dan tidak ingin pulang rumah. Katanya kepada saudara-saudaraku, "Aku ke Kupang untuk menjaga orang yang sakit bukan menjaga kamu yang sehat." Padahal saat itu mama mungkin sedang menahan rasa sakitnya.

Aku ingat benar cerita bagaimana di luar ICU mama selalu mengajak semua orang yang ada untuk berdoa pada jam-jam tertentu yang sudah ditetapkan untuk menggumuli secara khusus sakitku. Mama seolah tahu bahwa jamnya telah tiba untuk berdoa walau tanpa melihat jam. Aku juga mengingat cerita, kalau sedang berada di rumah mama selalu masuk ke dalam kamar untuk mendoakanku. Walaupun ia juga sakit, setiap mendengar kabar tentangku baik itu kabar baik ataupun tidak, mama pasti masuk ke kamar lalu berdoa.

Aku ingat benar ketika mama sudah tidak muncul lagi di Rumah Sakit, aku diberi tahu kalau mama juga harus diopname karena hasil pemeriksaan menunjukkan ada penumpukan cairan di paru-paru dan cairan sebanyak 1.5 liter harus disedot bertahap selama beberapa hari. Setelah seminggu lebih diopname, mama diperbolehkan pulang namun sekitar 2 minggu kemudian dokter menganjurkan untuk diopname lagi karena masih ada masalah di paru-parunya. Mama lalu opname selama beberapa hari sebelum diijinkan pulang. Sejak diopname pertama kali, saudara-saudaraku melarang mama untuk menjengukku agar kondisinya cepat pulih. Sejak itu pula aku tidak melihat mama lagi hingga pertemuan terakhir kamis pagi yang kuceritakan diatas.
****

Rencananya jenazah mama langsung dibawa untuk dimakamkan di kampung halaman namun mengingat 2 orang anaknya pasti tidak bisa hadir yaitu aku dan adikku Zadrak yang harus menjaga aku maka diputuskan untuk disemayamkan di Kupang selama satu malam agar kami bisa memberi penghormatan terakhir untuk beliau. Barulah keesokannya mama dibawa ke kampung untuk dimakamkan.

Malam itu aku tidak bisa memejamkan mata walaupun sudah disuruh beristirahat dan keluarga sudah menghimbau agar aku jangan diganggu. Aku terus berdoa agar diberi ketenangan hati dan kerelaan menerima rencana Tuhan ini. Kesedihanku memuncak ditengah malam ketika dari tenda duka terdengar alunan lagu "Di doa ibu namaku disebut" yang dinyanyikan para pelayat. Lagu ini benar-benar mewakili ungkapan hati yang tulus bagi mama yang telah tiada;

-------------------
Di waktu ku masih kecil, gembira dan senang
Tiada duka ku kenal, tak kunjung mengerang
Di sore hari nan sepi, ibuku berterlut
Sujud berdoa ku dengar, namaku disebut

Di doa ibuku
Namaku disebut
Di doa ibu ku dengar
Ada namaku disebut

Seringlah kini ku kenang, di masa yang berat
Di kala hidup mendesak, dan nyaris ku sesat
Melintas gambar ibuku, sewaktu bertelut
Kembali sayup ku dengar, namaku disebut

Sekarang dia telah pergi, ke rumah yang senang
Namun kasihnya padaku, selalu ku kenang
Kelak di sana kami pun, bersama bertelut
Memuji Tuhan yang dengar, namaku disebut
-------------------

Doa dan cinta mama selalu dicurahkan buat aku. Sejak melahirkan aku hingga ajal menjemputnya, mama selalu mempertaruhkan hidupnya untukku. Lewat mama aku belajar bagaimana seorang ibu selalu memikirkan kebaikan anaknya. Lewat mama aku belajar bagaimana kasih tak berujung. Lewat mama aku belajar tentang perhatian dan pengorbanan tanpa lelah. Lewat mama aku memahami semangat dan perjuangan hidup. Dan masih banyak sekali teladan dari mama yang tak mungkin untuk kutuliskan semuanya. Dulu ketika masih kecil mamalah yang mengajari lagu "Kasih Ibu," kini ia membuktikannya dan aku semakin kagum padanya.

"Tuhan, aku bersyukur Engkau memberikan seorang mama yang luar biasa, selalu berkorban untukku tanpa pamrih hingga ajal menjemput. Kadang aku tidak mengerti akan rencanaMu, aku hanya berserah sepenuhnya, jadilah sesuai kehendakMu. Aku berdoa Tuhan terimalah mama di Rumah Yang Senang agar kelak disana kami bersama bertelut memujiMu, Sang Pemilik hidup ini."

Mama, hidupmu mengajariku untuk tegar menatap hari-hari didepan didalam penyerahan diri yang utuh kepada Tuhan. Pesan mama selalu kuingat, "Berdoalah selalu, Tuhan menyayangi kita."

Kupang, Medio Agustus 2012.
Kenangan menjelang 2 tahun kepergian Mama tercinta Yublina Lakapu-Liufeto.

1 comment:

  1. the saddest things in this world is whe we lose someone that we love.

    Not Material or something else

    ReplyDelete