Ilustrasi/Admin Kompasiana (Kompas.com) |
Dalam catatan sejarah perlawanan rakyat lokal melawan penjajahan Kolonial Belanda di Pulau Timor, terdapat sebuah perang yang dikenal dengan Perang Kolbano. Perang yang terjadi tanggal 26 Oktober 1907 ini dilatarbelakangi oleh ketidaksanggupan dan penolakan masyarakat lokal untuk membayar pajak kepada Belanda yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Rakyat Kolbano di bawah pimpinan Boi Boimau yang dijuluki Kapitan, menolak membayar pajak yang dibebankan senilai 150 ringgit kepada Belanda. Ketika jalur negosiasi buntu, Belanda kemudian mengirim pasukannya ke Kolbano untuk menagih pajak secara paksa. Pasukan penagih itu dibunuh oleh prajurit lokal melalui sebuah strategi operasi yang disusun secara apik mengandalkan kelewang (pedang lokal), bubuk cabe dan abu ra'o (abu dapur). Kejadian inilah yang dikenal sebagai Perang Kolbano.
Dalam perang itu tercatat 16 orang tentara Belanda tewas di sana, hanya 2 orang yang berhasil meloloskan diri. Sedangkan setelah Belanda melakukan serangan balik, 3 orang pemimpin perlawanan ditangkap, dibuang ke tempat lain dan tidak pernah kembali. Ketiga orang itu masing-masing bernama Boi Kapitan (Boi Boimau), Pehe Neolaka dan Esa Taneo. Jejak para pahlawan Kolbano itu kemudian tak begitu jelas ceritanya. Dalam buku Sejarah, 1983, disebutkan Esa Taneo meninggal di Flores sedangkan Boi Kapitan (Boi Boimau) dan Pehe Neolaka masih belum diketahui kemana mereka dibuang hingga sekarang.
Untuk mengingat pasukan yang tewas dalam perang ini, Belanda segera mendirikan sebuah monumen peringatan di Kolbano tepat 1 tahun setelah pecah perang Kolbano alias tahun 1908.
Monumen Perang Kolbano (Dokumentasi pribadi). |
Mencermati nama-nama yang terukir pada prasati di monumen perang Kolbano, terlihat bahwa dari 16 orang tentara Belanda yang terbunuh, hanya 2 orang asli Belanda sedangkan sisanya bernama Jawa. Cerita yang berkembang menyebut bahwa 14 orang pasukan Belanda itu dibawa dari Jawa Tengah.
Berikut saya tuliskan nama-nama tentara Belanda asal Jawa itu agar sekiranya mungkin saat ini diantara pembaca Kompasiana sedang mencari nenek moyangnya yang dibawa Belanda dan tidak tahu jejaknya, bisa menemukan secercah titik terang jika namanya tercantum sebagai tentara yang tewas. Sekaligus saya menyampaikan kepada pembaca Kompasiana bila mengetahui tawanan Belanda bernama Boi Kapitan (Boi Boimau), Pehe Neolaka dan Esa Taneo yang pernah dibawa ke daerahnya agar bisa menginformasikan kembali agar bisa ditelusuri lebih jauh sejarah hidup mereka setelah ditangkap dan diasingkan dari Kolbano.
Prasasti nama-nama tentara Belanda yang tewas dalam perang Kolbano (Dokumentasi pribadi). |
Inilah tentara-tentara Belanda bernama Jawa yang tertulis di monumen Perang Kolbano:
1. Semeroe.
2. Martosetiko.
3. Wardi.
4. Pono Al. Sadikromo.
5. Amadaroen.
6. Simin.
7. Wakidjan.
8. Kromoredjo.
9. Wirjodikromo.
10. Martodikromo.
11. Nojowidjojo.
12. Tidjan Al. Astrawitana.
13. Partowidjojo.
14. Satoe.
Sebagai informasi tambahan, saat ini Kolbano adalah sebuah desa otonom di Kecamatan Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan-Nusa Tenggara Timur. Desa yang terletak di pantai selatan Pulau Timor ini dapat dicapai dengan kendaraan darat dari Kupang (ibu kota provinsi), menempuh perjalanan sejauh 140 Km (sekitar 3 jam perjalanan). Bisa menggunakan bis, travel maupun kendaraan carter. Desa Kolbano juga dapat dijangkau dari SoE (ibu kota kabupaten) dengan jarak kurang lebih 80 Km menggunakan moda transportasi yang sama seperti dari Kupang.
Cat: dimuat di akun Kompasiana 30/01/2014.
No comments:
Post a Comment