Hari pertama masuk UGD RSU WZ Johannes Kupang, 29 April 2010. |
Suatu siang di bulan Juni 2010, saya sedang bergulat di ruang ICU RSUD WZ Johannes Kupang melawan penyakit Mielitis Transversa yang sampai dengan saat itu masih didiagnosa sebagai Gullian Barre Syndrome (GBS). Nilai hemoglobin saya sudah sangat menurun, menyentuh angka 7 g/dl (normalnya berkisar 13-17 g/dl). Solusi terbaik adalah harus ditransfusi, 3 kantong darah golongan O telah siap diteteskan lewat selang infus untuk bergabung dengan darah saya.
Namun ada satu problem besar yaitu sudah sebulan lebih ini saya diinfus terus menerus sehingga tak ada lagi nadi bagus di tangan untuk memasang jarum transfusi yang ukurannya agak lebih besar dibanding jarum infus biasa. Perawat-perawat yang bertugas saat itu berusaha mencari nadi di tangan tapi tidak menemukan satupun juga.
Sejenak mereka menahan diri untuk memasangnya. Saya sendiri saat itu dalam kondisi setengah sadar, penglihatan kabur dan napas dibantu O2, mengikuti saja apa yang mereka lakukan untuk tubuhku.
Samar-samar saya melihat seorang pria berbaju putih masuk menghampiri tempat duduk para perawat yang sedang berdiskusi tentang bagaimana caranya saya ditransfusi. Wajahnya tidak saya kenal, maklum penglihatanku sangat kabur. Tinggi badannya seperti kebanyakan orang, berusia paruh baya. Jelas bahwa dia bukan keluarga atau teman saya karena sudah lewat jam besuk. Pasti bukan dokter juga karena biasanya sudah lewat tengah hari seperti ini dokter tidak mungkin visitasi lagi terlebih tindakan untukku hanyalah transfusi yang merupakan tugas paramedis.
"Kenapa Pak Pither belum ditransfusi?" Tanya pria berbaju putih itu pada para perawat. Suara itu asing di telinga, tidak pernah saya kenal.
"Tidak ada nadi yang bagus di tangan untuk memasang jarum transfusi pak," jawab para perawat.
"Kenapa tidak di kaki saja?" Lanjut si pria.
"Kami sudah periksa, di kaki tidak ada nadi juga karena sudah sebulan lebih ini pasien tidak bisa jalan sehingga nadi-nadi pada 'tenggelam', nanti pasien kesakitan ditusuk-tusuk jarum dan bisa membuat pasien pincang kalau sembuh," jelas para perawat.
Memang sejak sebulan terakhir saya diserang Mielitis Transversa, kedua kaki saya mati rasa, lumpuh dan tidak bisa digerakkan.
"Pasangi saja di kaki. Cari lagi nadinya pasti ketemu. Nanti kalau sembuh dan pincang pun itu urusan belakang, yang penting kita selmatkan nyawa pak Pither dulu," si pria bersikeras memaksa para perawat.
Perawat-perawat itu segera datang menelusuri semua nadi di kaki saya. Setelah berusaha menusuk di beberapa tempat, jarum transfusipun berhasil terpasang.
Transfusi 3 kantong darah itu membuat hemoglobin darah saya menjadi normal. Sayapun seolah tersadar dari pingsan.
Esoknya saya bertanya pada perawat-perawat yang kemarin memasang infus di kaki saya.
"Siapa pria berbaju putih yang kemarin menyuruh untuk ditransfusi lewat kaki?"
"Tidak ada yang datang, kami sendiri yang berinisiatif untuk memasang jarum transfusi di kaki," kata si perawat.
"Jadi kemarin tidak ada pria berbaju putih yang datang?" Tanyaku memastikan.
"Iya. Tidak ada!"
Lho, setahu saya ada orang yang datang menyuruh untuk transfusi lewat kaki, kok perawat bilang tidak ada orang lain yang datang? Jadi, perbincangan yang saya saksikan kemarin tidak pernah ada? Lantas siapa pria berbaju putih yang samar-samar saya lihat kemarin?
Saya mendiamkan cerita itu dan hanya merenung dalam hati.
Ah, mungkin dia Malaikat yang membisiki para perawat untuk segera mengambil tindakan agar nyawa saya terselamatkan. Tuhan telah mengutus Malaikat Penolong datang tepat pada waktu-Nya, namun hanya kepada saya Sang Malaikat menunjukkan wujudnya sedangkan kepada para perawat dia berbisik melalui kata hati.
Mungkin bagi orang lain memasang infus lewat kaki adalah sesuatu yang lumrah, tetapi bagi saya yang sedang dalam kondisi kritis, tindakan cepat dan tepat pada waktunya itu adalah sesuatu mujizat besar sehingga saya bisa menikmati napas hidup hingga detik ini.
Tuhan selalu punya cara untuk menolong saya, dan saya yakin Dia akan terus mengirim Malaikat-Nya untuk melindungi saya.*
Sebab Aku ini, TUHAN, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: "Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau" (Yesaya 41:13).
No comments:
Post a Comment