Social Icons

Wednesday, July 24, 2013

Pengaruh Emosi Bagi Penderita Mielitis Transversa

Setelah beberapa waktu absen dari menulis di Kompasiana, hari ini saya mencoba menulis lagi di blogku ini. Absennya diriku menulis tidak terlepas dari keadaan hati belakangan. Ini sekaligus menginspirasiku untuk menulis sedikit tentang pengaruh kondisi hati terhadap keadaan fisik penderita Mielis Transversa.

Akhir-akhir ini saya benar-benar jenuh dengan keseharianku. Saya jenuh dengan keseharian yang hanya berada di ranjang dan kursi roda. Melihat orang-orang pada sibuk dengan aktifitas masing-masing juga membaca aktifitas teman-teman lewat sosial media membuatku ingin juga melakukan banyak hal. Ingin rasanya kembali berjalan dan beraktifitas dengan normal.

Namun apa daya, segala aktifitas yang sepenuhnya bergantung pada orang lain memaksaku untuk menikmati saja apa yang bisa saya lakukan.

Karena bagian tubuh yang masih bisa diandalkan untuk beraktifitas adalah tangan sedangkan kedua kaki praktis tidak bisa digerakkan maka saya mencoba membunuh waktu dan melawan jenuh dengan memaksimalkan kedua tangan. Buku, tablet, koran, HP selalu setia menemani. Membaca, browsing, menulis itu yang bisa kulakukan. Ingin rasanya melakukann hal-hal variatif namun ini sering tidak terlaksana mengingat untuk melakukan ini dibutuhkan orang lain yang harus mendampingi, memahami kebutuhanku dan mengetahui bagaimana memperlakukan penderita Mielitis Transversa.
Kebanyakan melewatkan waktu dengan melakukan aktifitas-aktifitas di atas ranjang dan kursi roda, hanya didalam rumah menghasilkan kejenuhan yang selalu datang menghampiri. Ada waktu dimana saya bisa menikmati semua itu tapi ada juga ada saat dimana saya benar-benar jenuh. Keadaan hati yang tentunya dialami juga oleh siapa saja yang menjalani rutinitas yang monoton.

Nah, menderita penyakit yang berhubungan dengan saraf (Mielitis Transversa) seperti saya menjadi tantangan tersendiri. Kondisi fisik sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi. Walaupun emosi juga cukup berpengaruh bagi penyakit lain tapi saya merasa  bahwa ada pebedaan pada penderita saraf. Ketika terjadi perubahan emosi seperti marah, senang, jenuh, sedih dan lain-lain akan segera terasa akibatnya, tidak harus menunggu emosi itu berproses dalam jangka waktu tertentu. Jika keadaan emosi positif maka tubuh terasa nyaman sementara keadaan hati negatif akan memunculkan ketidaknymanan dalam tubuh.

Sekecil apapun perubahan emosi pasti sangat berpengaruh. Jika yang dialami adalah kondisi positif maka tentunya tidak menjadi masalah namun ketika hati dilanda hal-hal negatif maka bersiaplah menanggung akibatnya. Artikel ini lebih khusus menyorot kejenuhan, salah satu emosi negatif yang sering mendera sesuai pengalamanku.
Berikut ini hal-hal yang sering saya alami kalau merasa jenuh:

1. Nafsu makan menurun. Jika sudah jenuh, segala jenis makanan rasanya tak satupun yang menarik, entah itu manis, asam, pahit hingga yang tawar termasuk makanan favorit sekalipun.
2. Mual-mual. Ini bukan pertanda ada gangguan pencernaan tapi pertanda ada yang tidak beres dengan emosiku.
3. Kesemutan yang sangat kuat. Walaupun kesemutan itu selalu ada namun itu akan terasa lebih menyiksa bila kondisi hati sedang kacau.
4. Lelah dan cemas. Dalam hati terasa gelisah seolah ada sesuatu yang tidak beres dan tubuhpun terasa tak mampu melakukan aktifitas apapun.
5. Sulit tidur. Siapa yang mudah tidur kalau hati sedang cemas?
6. Mood berkurang. Tak ada lagi gairah untuk melakukan ini dan itu termasuk menuangkan ide lewat tulisan. Setiap hal yang ingin dibuat seolah menemui jalan buntu.

Kondisi ini akan menjadi parah karena tidak banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengusirnya. Ingin mengatasi dengan berolahraga, jalan-jalan, berkumpul dengan teman-teman atau mencari aktifitas bervariasi yang bisa mengalihkan perhatian namun apa daya. Kondisi yang cukup dilematis, ingin mencari variasi aktifitas tapi kenyataannya tak banyak aktifitas yang bisa dilakukan. Yang lebih menjengkelkan adalah di saat ingin melakukan hal lain justru saat itu tubuh terasa lemah dan kesemutan yang kuat.

Karena itu, pikiran harus dijaga agar tidak sampai jenuh dan gundah. Jika sudah terlanjur mengalami emosi negatif dan mengalami kejadian-kejadian di atas maka usaha yang bisa dilakukan adalah fokus membuat diri ini bahagia. Tubuh akan kembali normal apabila hati dan pikiran sudah mampu menguasai keadaan.
Pengalaman-pengalaman ini memaksaku untuk berusaha memaksimalkan apa yang bisa dilakukan sambil mencegah agar sedapat mungkin tidak sampai ada hal-hal yang membebani pikiran. Harus lebih sabar menyikapi sesuatu dan tidak cepat terbawa emosi yang tidak baik.

Langkah pencegahan yang mudah dilakukan adalah terus berpikir positif misalnya menghibur diri sendiri dan berdoa kepada Tuhan menyampaikan segala isi hati. Mengisi hati dengan ungkapan syukur dan pengharapan akan kasih karuniaNya akan membuat kondisi emosi menjadi stabil dan tegar menghadapi segala kondisi. Selalu membiarkan hati dikuasai keceriaan bukan kejenuhan. Berusaha untuk terus "menikmati" rutinitas dalam segala keterbatasan yang ada. Ringkasnya mengelola pikiran-pikiran positif dengan baik.

Saya tidak membenci segala keadaan yangg telah menimpa karena saya percaya bahwa penderitaanpun dipakai Tuhan untuk kebaikan manusia. Seandainya di dunia ini hanya ada kebahagiaan, tentu kita akan bosan dengan rutinitas kebahagiaan yang ada. Kebahagiaan itu tidak akan ada bedanya karena tidak ada pembanding. Kita akan memahami arti kebahagiaan sesunguhnya bila ada penderitaan yang datang mewarnai kehidupan kita. Kejenuhan bisa terjadi bukan hanya karena rutin menderita tapi juga karena rutin bahagia...

No comments:

Post a Comment