Doa Bapa Kami dalam bahasa Timor |
MENURUT para ahli bahasa, faktor utama penyebab punahnya sebuah bahasa daerah selain perkawinan antar suku dan sedikitnya jumlah penutur aktif, yakni ketidaksesuaian antara pengucapan dan penulisan. Pada poin pertama dan ketiga ini, Bahasa Timor – Dawan (uab meto') termasuk di dalamnya.
Berikut saya hanya akan membahas poin ketiga yakni ketidaksesuaian antara pengucapan dan penulisan.
Lewat obrolan-obrolan menggunakan Bahasa Timor tulis seperti di media sosial, SMS, dan lain-lain, terlihat banyak sekali penulisan yang tidak sesuai dengan apa yang diucapkan. Kebanyakan orang menulis seolah sedang menggunakan Bahasa Indonesia padahal tata bahasa Bahasa Timor berbeda jauh dengan Bahasa Indonesia.
CONTOH PERTAMA dan paling banyak diabaikan tapi pengaruhnya cukup besar
Bahasa Timor kalau ditulis banyak sekali kata yang mestinya diberi tanda aksen (‘) karena memang banyak penekanan di sana-sini. Jika digantikan dengan huruf K pun rasanya kurang tepat. Misalnya kata mese (satu). Kalau sesuai dengan ucapan, seharusnya ditulis mese’ karena ada penekan di akhir kata saat diucapkan, namun umumnya hanya ditulis mese.
Ada kata yang harusnya diberi tanda aksen di awal dan akhir, misalnya kata ‘nakfunu’ (rambut) tetapi biasa ditulis nakfunu saja. Penulisan kata seperti ini kadang juga ambigu karena pembaca yang kurang tahu Bahasa Timor bisa mengira itu hanyalah tanda kutip penanda bahasa asing. Selain itu, banyak juga kata yang perlu penekanan di bagian tengah, misalnya se’ul (cegukan).
Mungkin karena saking banyaknya tanda aksen ini sehingga sering sekali diabaikan. :) Eh, marga saya pun sebenarnya lebih tepat kalau ditulis Lak’apu tapi karena semua dokumen sejak orang tua/kakek-nenek ditulis Lakapu jadi yaaa, ikut saja. :(
Ada kata yang harusnya diberi tanda aksen di awal dan akhir, misalnya kata ‘nakfunu’ (rambut) tetapi biasa ditulis nakfunu saja. Penulisan kata seperti ini kadang juga ambigu karena pembaca yang kurang tahu Bahasa Timor bisa mengira itu hanyalah tanda kutip penanda bahasa asing. Selain itu, banyak juga kata yang perlu penekanan di bagian tengah, misalnya se’ul (cegukan).
Mungkin karena saking banyaknya tanda aksen ini sehingga sering sekali diabaikan. :) Eh, marga saya pun sebenarnya lebih tepat kalau ditulis Lak’apu tapi karena semua dokumen sejak orang tua/kakek-nenek ditulis Lakapu jadi yaaa, ikut saja. :(
CONTOH KEDUA
Dalam Bahasa Timor, sebuah kata bisa berubah-ubah sesuai konteks, tidak selalu paten. Misalnya kata fatu (batu). Kata ini bisa berubah menjadi faut jika berada dalam konteks tertentu. Akan rancu bila dipaksakan untuk ditulis fatu dalam segala konteks.
Contoh lain, lagi-lagi marga saya Lak’apu, dalam konteks tertentu akan lebih tepat kalau ditulis Lak’aup. :D Konteksnya seperti apa? Saya tidak bisa jelaskan di sini, mungkin 1 skripsi baru cukup. Hehehe.
Contoh lain, lagi-lagi marga saya Lak’apu, dalam konteks tertentu akan lebih tepat kalau ditulis Lak’aup. :D Konteksnya seperti apa? Saya tidak bisa jelaskan di sini, mungkin 1 skripsi baru cukup. Hehehe.
CONTOH KETIGA
Terdapat perubahan bila sebuah kata sudah bergabung dengan kata lain menjadi frasa. Hal ini masih belum “dibakukan” sehingga setiap orang sering bebas menliskan sesuka hati.
Misalnya, frasa pergi-pulang. Frasa ini dalam Bahasa Timor tidak jelas mana yang paling tepat, ada yang memakai naomnem, naom nem dan ada juga nao mnem.
Perlu dilakukan penelitian mendalam untuk menetapkan formula yang tepat dan sesuai untuk hal-hal seperti ini.
Misalnya, frasa pergi-pulang. Frasa ini dalam Bahasa Timor tidak jelas mana yang paling tepat, ada yang memakai naomnem, naom nem dan ada juga nao mnem.
Perlu dilakukan penelitian mendalam untuk menetapkan formula yang tepat dan sesuai untuk hal-hal seperti ini.
CONTOH KEEMPAT
Kata kerja dalam bahasa Timor cukup kompleks. Kata kerja sangat tergantung subyeknya dan tidak akan nyambung bila kita berusaha untuk memahaminya dengan tata bahasa Indonesia. Butuh peraturan khusus untuk kata kerja ini.
Saya beri contoh kata makan. Jenis makan banyak sekali tegantung subyek, kalau orang pertama tunggal: uah, orang kedua tunggal: muah, orang ketiga tunggal: nah, orang pertama jamak: tah, orang kedua jamak: miah, orang ketiga jamak: nahan, sementara makanan sendiri artinya mnahat.
Sering ada yang menukar-nukarkan kata, suka-suka ketika menulis, misalnya dia sendiri yang makan (orang pertama tunggal) tapi memakai kata muah atau mereka yang makan (orang ketiga jamak) tapi memakai kata tah, dan lain-lain. Ribet khan? hehehe
Saya beri contoh kata makan. Jenis makan banyak sekali tegantung subyek, kalau orang pertama tunggal: uah, orang kedua tunggal: muah, orang ketiga tunggal: nah, orang pertama jamak: tah, orang kedua jamak: miah, orang ketiga jamak: nahan, sementara makanan sendiri artinya mnahat.
Sering ada yang menukar-nukarkan kata, suka-suka ketika menulis, misalnya dia sendiri yang makan (orang pertama tunggal) tapi memakai kata muah atau mereka yang makan (orang ketiga jamak) tapi memakai kata tah, dan lain-lain. Ribet khan? hehehe
DAN masih banyak lagi, termasuk tutur adat dalam natoni, bonet atau sikoli.
Dengan fakta ini, Uab Meto' bisa tergolong terancam punah walaupun saat ini penutur aktifnya masih relatif banyak.*
Catatan: saya menggunakan dialeg Amanuban.
Catatan: saya menggunakan dialeg Amanuban.
No comments:
Post a Comment