Social Icons

Wednesday, April 03, 2019

Bagian Tersulit dari Menderita Sebuah Penyakit Langka

Fakta penyakit langka | Sumber: @TranslateBio
SEBUAH survei yang dilakukan oleh komunitas kesehatan digital The Mighty pada tahun 2016 mengungkap keinginan para penderita penyakit langka akan pengobatan serta dukungan medis-emosional bagi kondisi mereka. Pertanyaan yang diajukan dalam survei itu adalah, "Apa bagian tersulit dari menderita sebuah penyakit langka?" 

Satu di antara jawaban teratas yang diperoleh adalah, "Sulit untuk menjelaskan penyakit dan kerumitannya kepada dokter/fisioterapis (baru) berulang kali."

Temuan tersebut termasuk salah satu problem yang juga saya rasakan sebagai seorang penyintas penyakit langka Mielitis Transversa/Transverse Myelitis (Prevalensinya berkisar 4-8 kasus setiap 1.000.000 penduduk/tahun).

Memang ribet bila harus berulang-ulang menceritakan kembali gejala awal yang dulu dialami, gejala yang tetap ada, gambaran rasa nyeri, fluktuasi kondisi fisik & emosi, pengobatan & terapi yang pernah maupun sementara dijalani, perkembangan penyakit sejak awal, dan sebagainya. Tidak mudah karena terlalu banyak hal penting yang perlu disampaikan dengan detail. 

Saat menjelaskan tentang obat-obatan yang pernah didapat pun cukup susah karena banyaknya jenis obat yang sering diperoleh seorang penderita penyakit langka dari dokter. Hal ini didukung oleh data dari Global Genes, sebuah organisasi advokasi pasien penyakit langka terkemuka, bahwa hampir 95% dari 7.000 lebih jenis penyakit langka yang sudah teridentifikasi di seluruh dunia belum memiliki jenis pengobatan tunggal yang disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration/BPOM-nya Amerika Serikat). 

Nah, kepada tenaga medis saja sulit untuk menjelaskan kondisi kita, apalagi berulang-ulang kepada banyak orang awam?

Saya sering ditanya, “Apa kabar?” 
Sebuah pertanyaan yang sederhana tapi rumit untuk saya jawab. Ya, rumit. Saking rumitnya, saya biasa menjawab hanya dengan kalimat, “Saya ‘baik-baik' saja. Baik-baik dalam tanda petik alias baik-baik versi Pemitra*).”

Kenapa begitu? 

Jika saya jawab, “Lagi ada masalah...,” maka saya akan bingung sendiri mau jelaskan masalah yang mana, mulai dari mana, dan seterusnya. Entah menyangkut banyaknya kondisi rumit pada tubuh maupun beban-beban pikiran yang selalu mendera. Tidak mudah untuk menguraikan secara terang dan ringkas gejala-gejala sebuah penyakit yang tidak umum di mata kebanyakan orang. 

Jadi, daripada kesulitan untuk menerangkan dengan detail, lebih baik bilang, “Saya baik-baik saja...” disertai kalimat, “Baik-baik versi Pemitra...” sebagai penyederhanaan segala kondisi rumit dan saling berkaitan yang sedang saya hadapi itu. Saya bukan tidak mau bercerita keadaan sesungguhnya tetapi saya bingung. 

Hanya kepada saudara dan teman-teman tertentu-lah saya akan mengungkapkan masalah yang sedang saya alami karena saya tahu mereka sudah paham sebagian besar kondisi saya. Itupun biasanya tidak semua tersampaikan dengan baik, terutama yang menyangkut sisi hati terdalam dan beban hidup yang tak sanggup untuk saya bahasakan.

Cuplikan TEGAR | Dok. Pribadi
Lalu, apakah semuanya terus saya pendam? Tidak juga. Kerumitan-kerumitan selama menderita salah satu jenis penyakit autoimun (jenis penyakit di mana sistem imun kita silap sehingga berbalik menyerang organ tubuh sendiri) itu saya tuangkan dalam bentuk tulisan. 

Berawal dari postingan-postingan blog, akhirnya saya disanggupkan untuk menguraikannya dengan lebih lengkap, runut dan mendetail melalui buku berjudul, "TEGAR!; Catatan Perjuangan Melawan Kelumpuhan akibat Mielitis Transversa" terbitan IRGSC Kupang, 2018. 

Di dalam TEGAR saya ungkap dengan gamblang bagaimana berat dan kompleksnya bergulat melawan penyakit berupa peradangan pada sumsum tulang belakang sejak tahun 2010 itu. Dihiasi berbagai informasi praktis tentang penyakit Mielitis Transversa yang mungkin dibutuhkan teman-teman sesama penyintas, keluarga, tenaga medis maupun masyarakat umum dan disajikan dalam gaya bahasa orang awam. 

Lewat tulisanlah saya bisa bebas menuangkan apa yang ada dalam hati dan pikiran untuk diketahui orang lain. Menulis memberi kesempatan untuk bercerita tanpa batas dan tuntas tentang rasa yang selama ini tak sepenuhnya terungkap. Menulis memberi ruang untuk menularkan inspirasi dan motivasi kepada sesama Pemitra maupun kebanyakan orang di luar sana. 

Saya bersyukur hidup di jaman di mana kemajuan teknologi menyediakan pelbagai kemudahan dan pilihan untuk itu. Entah sekadar status "ringan" di media sosial (jarang saya ungkap hal-hal "berat" di "rimba raya" medsos) maupun lewat postingan blog hingga menulis buku, di mana pun dan kapan pun. Melalui tulisan saya dapat menyemangati diri sendiri sekaligus bisa berbagi kisah dengan orang lain dalam keterbatasan. ~pyl 
———

*) Pemitra = Pejuang Mielitis Transversa, julukan bagi para survivor/penyintas Mielitis Transversa di Indonesia.

No comments:

Post a Comment