Menumpang ketinting di Alor ketika KKN tahun 2004 (Doc. Esrry Maro). |
Menyebut nama Alor, mungkin tidak semua orang Indonesia tahu di mana letaknya. Ini terbukti ketika beberapa waktu lalu seorang pemain Timnas U-19 Yabes Roni Malaifani disebut berasal dari Alor. Di media sosial saya menjumpai beberapa pertanyaan, Alor itu di mana? Di Papua atau Maluku? Beruntung mereka tidak menyangka Alor itu di Afrika. hehehe... Saya tidak menyalahkan mereka karena mungkin belum banyak informasi keluar tentang daerah ini.
Untuk ikut mempromosikan Alor saya ingin menuliskan secuil pengalaman saya menjalani 2 bulan KKN di Kabupaten Alor pada tahun 2004 lalu.
Ditempatkan sebagai mahasiswa KKN di sana sebenarnya bukan atas penempatan pihak kampus tapi keinginan sendiri. Waktu itu mahasiswa KKN Universitas Nusa Cendana (Undana)-Kupang diberi kebebasan memilih Kabupaten tujuan, desanya saja ditentukan kampus. Saya memilih Kabupaten Alor dengan alasan daerah ini adalah wilayah di NTT yang belum pernah saya kunjungi dan juga saya ingin tahu lebih mendetail keadaan alam dan kehidupan masyarakat di sana (karena saya orang Timor, hehehe).
Kabupaten Alor adalah salah satu Kabupaten di Provinsi NTT, ibu kotanya Kalabahi, terletak di bagian utara Pulau Timor. Bagian timurnya berbatasan dengan perairan Dilli-Timor Leste. Terdiri dari 2 Pulau besar, Alor dan Pantar, serta beberapa pulau kecil. Ada pulau yang belum berpenghuni.
Kabupaten Alor (Sumber: screenshot google maps) |
Saya sungguh bersyukur bisa KKN di Alor bahkan merasa waktu 2 bulan sangat singkat. Apa sebabnya? Simak pengalamanku ini (dibaca tuntas ya.. hehehe).
1. Kehidupan warga yang sangat rukun.
Di lokasi KKN saya Desa O'A Mate Kecamatan Alor Barat Laut (Abal), terdapat satu paguyuban sebagai pengikat rasa kekeluargaan sejak nenek moyang di antara kampung-kampung yang berada di wilayah Abal atau yang disebut Kepala Burung (perhatikan peta pulau Alor, wilayah ini menyerupai kepala burung) sampai ke pulau Pura. Paguyuban itu bernama "Adang bang ernu, Ai bang tou, Pul bang yitito." (Arti hurufiah: Adang sepuluh kampung, Alor tiga kampung, Pura tujuh kampung.) Adang, Alor dan Pura adalah "kampung besar" di wilayah kepala burung.
Secara harafiah kalimat itu bermakna masyarakat yang berada di paguyuban Adang (terdiri dari 10 kampung kecil), Alor (3 kampung kecil) dan Pura (7 kampung kecil) adalah satu kesatuan keluarga yang tidak bisa dirusak oleh siapa/apapun termasuk perbedaan agama.
Tidak boleh ada pertikaian di antara mereka bahkan sekedar mengangkat tangan dan menunjuk untuk meluapkan emosi pun adalah sesuatu yang tabu. Semua permasalahan diantara warga "Adang bang ernu, Ai bang tou, Pul bang yitito" harus diselesaikan dengan kepala dingin dan penuh rasa kekeluargaan. Gangguan/ancaman luar terhadap salah satu kampung merupakan ancaman bagi semuanya.
Di sana saya menyaksikan ada panitia pembangunan masjid beragama Kristen sebaliknya ada panitia pembangunan gereja beragama Islam. Yang beragama Kristen mereka sapa dengan Syalom sedangkan yang Islam disapa dengan Assalamualaikum tanpa ada rasa canggung. Mereka juga sangat menghargai pendatang. Pengamatan saya, program pemerintah (mis. pembebasan lahan jalan dan lain-lain) di daerah ini akan sukses bila menggunakan pendekatan "Adang bang ernu, Ai bang tou, Pul bang yitito."
2. Bupati harus tunduk pada perintah nelayan.
Peranan transportasi laut sebagai penghubung antara Kalabahi dengan pulau-pulau sangatlah vital. Semua aktifitas antar pulau mengandalkan ketinting maupun perahu-perahu motor ukuran kecil. Sementara gerakan air laut akibat pertemuan arus di antara pulau-pulau sering menghasilkan ombak dan arah arus yang tidak menentu dan berbahaya.
Nah, kebanyakan warga kepulauan adalah nelayan yang sangat hafal akan karakteristik arus ini berdasarkan perhitungan posisi bulan. Mereka sangat paham kapan laut aman untuk dilayari dan kapan beresiko. Karena itu setiap orang yang hendak berlayar, bupati sekalipun, harus taat pada perhitungan mereka. Saya mendengar cerita pernah ada perahu rombongan pejabat yang tenggelam karena tidak mengindahkan arahan para nelayan. Seandainya Presiden menumpang perahupun harus tunduk pada nelayan. hehehe. Eh, Presiden SBY pernah bermalam di Alor lho tapi ke sananya pakai kapal perang bukan perahu. hehehe
3. Kekayaan laut yang luar biasa.
Perairan di kep. Alor sangat kaya akan biota laut dari ikan hingga terumbu karang. Ikan-ikan seperti kombong (kembung), belo-belo, tongkol, cakalang, ekor kuning dengan harga murah mudah dijumpai di pantai-pantai yang ada. Bisa dikatakan ikan merupakan menu utama penduduk di pesisir pantai. Laut sekitaran pulau Alor, Pantar dan Ternate (bukan hanya di Maluku, di Alor juga ada pulau Ternate) sering menjadi lokasi diving yang bagus bagi turis domestik maupun mancanegara karena memiliki taman laut yang keindahannya boleh diadu.
Keindahan taman laut Alor (Sumber: divealordive.com) |
Satu hari dalam setahun di akhir musim kemarau, di selat Kepa akan terjadi fenomena dimana ikan-ikan akan pingsan dan masyarakat bebas memilihnya. Saat itu suhu air laut di selat Kepa akan menurun drastis antara 10-0 derajat Celcius sehingga ikan di dasar menjadi pingsan dan mengapung di permukaan air. Siapa saja boleh ambil dan konsumsi, tidak ikutan pingsan kok. hehehe..
Bila datang ke Alor anda akan disuguhi atraksi beberapa ekor ikan lumba-lumba saat kapal (ferry ataupun kapal lain) mendekati Mulut Kumbang (mulut teluk Kalabahi). Mereka berenang kian kemari mengelilingi kapal sambil melakukan loncatan bersama. Atraksi mereka akan semakin seru bila ada seruan gembira dan tepuk tangan dari penumpang kapal yang menonton.
Banyak juga pantai berpemandangan indah dan alamiah seperti Pantai Bota, Pantai Deere dan Pantai Maimol.
4. Kaya akan bahasa daerah.
Semua orang Alor sampai ke pelosok-pelosok wajib menguasai bahasa Indonesia dengan baik dikarenakan banyaknya bahasa daerah disana. Hampir setiap 2-3 kampung (kini menjadi desa) memiliki bahasa daerah sendiri dan antara bahasa-bahasa itu sangat berbeda dalam dialek dan kosa kata. Alhasil bahasa Indonesia mutlak diperlukan agar bisa bepergian ke desa lain. Penasaran saya mencoba belajar beberapa kosa kata umum seperti "apa khabar? berapa harganya?" (dalam bahasa daerah). Lalu ketika pergi ke pasar saya coba mempraktekkannya, ternyata lawan bicara saya (yang berasal dari desa sebelah) benaran bingung. hehehe..
5. Moko sebagai simbol status sosial.
Moko (nekara perunggu) memiliki nilai budaya yang sangat tinggi bagi masyarakat Alor. Pihak wanita biasanya menuntut pihak pria yang melamarnya untuk menyerahkan belis/mas kawin berupa moko. Namun kini moko bisa diganti dengan uang tunai mengingat moko semakin langka. Walaupun demikian nilai penggantinya tidaklah sedikit karena bagi mereka nilai moko tidak bisa diganti dengan apapun.
Moko (Sumber: alorkab.go.id) |
Moko juga menjadi simbol status sosial masyarakatnya, semakin banyak moko yang dimiliki seseorang semakin tinggi status sosialnya. Nilai/harga moko tergantung jenisnya apakah moko Makassar, moko Jawa atau yang lainnya. Saat ini selain sebagai mas kawin, moko digunakan untuk alat ekonomi, sedangkan dulu moko dipakai juga sebagai alat musik tradisional. Mau melamar gadis Alor? Siapkan moko.. hehehe.. Lebih lengkap tentang moko silahkan tanya mbah google.
6. Dikenal sebagai pulau kenari.
Biji kenari dicampur dengan jagung titi adalah makanan khas dari Alor. Rasa kenari yang menyerupai kacang dipadukan dengan jagung yang didisangrai lalu dibentuk pipih memberi rasa yang khas. Di seantero pulau Alor dengan mudah kita jumpai pohon-pohon kenari yang menjulang tinggi. Untuk menikmati anda tidak perlu memanjat pohonnya karena sudah banyak dijual di pasar. hehehe...
Sekian dulu beberapa catatan yang bisa saya tuliskan. Masih banyak cerita tentang menumpang "panzer", nira lontar di Pulau Pura, kue rambut, sejarah umat manusia versi Alor dan lainnya. Semoga bisa saya tuliskan di lain waktu.
Saya masih teringat kata bapak Ir. Ans Takalapeta, Bupati Alor saat itu, "Alor itu indah asal kita pandai menikmatinya (Alor is really beautiful but the question is how to enjoy it intelligibly)."
Cat: artikel ini juga dimuat di akun Kompasiana.
Keindahannya akan dinikmati apabila dikelolah dengan baik....
ReplyDelete