Social Icons

Thursday, December 26, 2013

Pelajaran dari Kakek Pendoa di Rumah Sakit

Pasien Rumah Sakit sedang diukur tekanan darahnya.

Wajahnya sudah berkerut namun tetap memancarkan keceriaan, langkahnya berat namun pasti, pandangannya tidak lagi tajam namun penuh perhatian, suaranya tak begitu nyaring namun tegas, rambutnya sudah beruban tapi tertata dengan rapi.

Tak nampak lelah di wajahnya walaupun saban hari ia harus melewati lorong-lorong Rumah Sakit ini. Mendatangi setiap pasien di ranjang dengan sabar. Dari ruangan Kelas 3 dengan jejeran belasan ranjang/kamar hingga Pavilliun yang hanya dihuni 1 pasien/kamar.

"Aku Kristen, bolehkah kamu aku doakan?" Sapaan lembut dan khas bagi setiap pasien yang didatagi. Tak peduli agamanya asalkan bersedia didoakan itu akan dilakukan dengan sukacita. Sejenak doa itu pun meluncur bila sang pasien mengiyakan. Akan diajaknya keluarga yang menemani untuk berdoa bersama.

Memberi semangat rohani bagi fisik yang sedang lemah itulah tujuannya. Ia sadar benar ketika seseorang mengalami kelemahan fisik, rohaninyapun akan ikut tergoncang. Bahkan sering kelemahan rohani itulah yang justru membuat kesehatan fisiknya makin memburuk.

Baginya melayani seorang yang sedang terjatuh sakit akibat berbagai sebab: virus, bakteri, kelainan organ tubuh hingga kecelakaan bukanlah dengan menghakimi bahwa dia adalah orang yang telah banyak berbuat dosa. Seorang pasien tidak harus divonis dengan cara rohani bahwa "kau sakit karena kamu, keluarga maupun nenek moyangmu telah banyak berdosa dan belum dibereskan." Biarkanlah ia sendiri sadar, berdoa dan mengaku dalam hati dan dari hati.

Tersirat dari kata kakek, orang yang sedang terbaring di RS bukan pribadi yang tepat untuk dibebani lagi dengan berbagai pendapat seolah penyebab sakit adalah dosa semata. Ingat bahwa setiap manusia dengan berbagai "indeks iman,"*) setiap saat bisa saja diserang penyakit maupun kecelakaan. Penyakit, kesakitan dan kematian masih merupakan realita dalam dunia ini, tak seorangpun sanggup menghindari dan menolaknya.
***

Usianya yang telah menginjak kepala tujuh mengajarinya paham bahwa yang dibutuhkan pasien saat ini bukanlah kucuran ayat Alkitab yang bejibun tapi motivasi, penguatan, penghiburan agar ia merasa ada yang bersamanya di saat-saat yang berat ini. Ayat-ayat itu perlu diramu agar tidak terkesan formal dan kaku tetapi berupa bahasa sederhana yang menginspirasi pasien untuk bersemangat melawan sakit penyakitnya.

Mungkin karena harus menghemat tenaga agar semua ruangan yang ditargetkan bisa dilayani maka pembicaraan kakek pun singkat dan padat. Ini sesuai juga dengan kenyataan bahwa dalam keadaan sakit, konsentrasi seseorang akan menurun drastis untuk mencerna kalimat-kalimat yang berat dan panjang.

"Ini ruang rawat bukan ruang ibadat," ujarnya mendengar keluhan beberapa pasien yang merasa tak nyaman bila mendapat pelayanan yang diramu tak ubahnya ibadat gereja. Kakek protes bagi mereka yang berkhobah panjang lebar, "untuk menelan bubur saja susah apa lagi menyimak dan mencerna kata-kata yang berat dan panjang lebar itu!"

Suatu hari ia sempat mengobrol denganku perihal mengunjungi dan mendoakan pasien di Rumah Sakit, "berbicaralah seadanya dan gunakan kata sederhana, diselingi humor itu lebih ideal. Ramulah ayat-ayat Alkitab dalam bahasa sederhana, berikan motivasi dan penguatan untuk sembuh. Janganlah kehadiranmu seolah menakut-nakuti pasien sehingga tak bersemangat untuk segera pulih," ucapnya menutup obrolan singkat siang itu.
***

*) terminologi pribadi yang mengandaikan iman itu bisa diberi nilai dari terlemah sampai terkuat.
___

Refleksi singkat ketika dirawat di RSUD WZ Yohanes Kupang, Pavilliun Cendana 4 akhir November-awal Desember 2013 akibat decubitus ulcus fever.


No comments:

Post a Comment