Ada sebuah puisi tentang waktu yang pernah saya baca (maaf lupa sumber dan penulisnya) kira-kira berbunyi demikian:
Kalau ingin tahu berapa nilai dari satu tahun, tanyakanlah pada pelajar yang tidak lulus ujian akhir.
Kalau ingin tahu berapa nilai dari satu bulan, tanyakanlah pada ibu yang melahirkan secara prematur.
Kalau ingin tahu berapa nilai dari satu minggu, tanyakanlah pada pemimpin redaksi tabloid mingguan.
Kalau ingin tahu berapa nilai dari satu hari, tanyakanlah pada pegawai harian yang menafkahi sepuluh orang anak.
Kalau ingin tahu berapa nilai dari satu jam, tanyakanlah pada pasangan muda yang tak sabar untuk saling berjumpa.
Kalau ingin tahu berapa nilai dari satu menit, tanyakanlah pada orang yang baru saja ketinggalan kereta atau pesawat.
Kalau ingin tahu berapa nilai dari satu detik, tanyakanlah pada orang yang baru saja lolos dari kecelakaan maut.
Kalau ingin tahu berapa nilai dari satu mili detik, tanyakanlah pada atlet yang hanya mendapatkan medali perak olimpiade.
Itulah waktu, ia akan berjalan tanpa henti, tidak menunggu siapapun, menggilas apa saja yang dilewati. Setiap rentang waktu sangatlah berarti. Kita akan ketinggalan jika semili detik saja kita biarkan berlalu. Kita merayakan pergantian tahun tapi kita lupa mensyukuri bahwa waktu satu tahun itu terbentuk dari mili detik-mili detik. Bila kita masih ada sekarang artinya Tuhan terus menyertai kita dalam setiap rentang waktu: mili detik-detik-menit-jam-hari-minggu-bulan-tahun.
"Terima kasih Tuhan karena Engkau masih memberiku kesempatan menikati hidup hingga detik ini di tahun yang baru, 2013. Ajarku memaknai setiap waktu yang Engkau karuniakan bagiku."
***
"Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap" (Mazmur 90:10).
No comments:
Post a Comment